Cara Unik Menghadapi Stres Pada Hidupnya

Mengapa Setiap Orang Punya Cara Untuk Menghadapi Stres Pada Hidupnya

Mengapa Setiap Orang Punya Cara Untuk Menghadapi Stres Pada Hidupnya
Mengapa Setiap Orang Punya Cara Untuk Menghadapi Stres Pada Hidupnya

JAKARTA - Setiap manusia pasti pernah merasakan stres dalam hidupnya. Baik karena pekerjaan, hubungan sosial, pendidikan, atau bahkan hal-hal kecil yang tidak terduga. 

Namun, menariknya, tidak semua orang memberikan respons yang sama ketika berhadapan dengan tekanan. Ada yang mampu tetap tenang dan fokus, sementara yang lain menjadi mudah cemas, panik, bahkan lelah secara mental.

Psikolog Silviani, M.Psi., dari RS Dr. Soeharto Heerdjan, menjelaskan bahwa stres bukan tanda kelemahan, melainkan reaksi alami tubuh terhadap situasi yang dianggap sulit. 

“Oke, baik kalau terkait dengan stres sendiri, memang sebenarnya stres itu respon yang wajar ya. Karena kita menghadapi situasi yang mungkin sulit gitu. Situasi yang mengancam atau yang mungkin tidak bisa terprediksi gitu. Sehingga akhirnya muncul stres,” ujar Silviani dalam siaran langsung radio Kemenkes.

Ia menambahkan bahwa stres bisa muncul dalam berbagai bentuk, baik secara fisik maupun psikologis. Tubuh bisa bereaksi dengan gemetar, sakit perut, atau rasa lelah yang berlebihan. Sementara pikiran bisa dipenuhi kekhawatiran dan asumsi negatif. Meski demikian, tidak semua stres bersifat buruk. 

Ada stres positif yang disebut eustress, yaitu tekanan yang justru memacu seseorang untuk berkembang dan menjadi lebih produktif. Sebaliknya, distress adalah stres negatif yang membuat seseorang merasa kewalahan dan kehilangan kendali. Perbedaan ini menjadi awal mengapa setiap orang bisa memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi stres.

Faktor yang Membentuk Respons Terhadap Stres

Menurut Silviani, ada banyak hal yang memengaruhi bagaimana seseorang merespons tekanan dalam hidupnya. Salah satu yang paling kuat adalah kepribadian. Orang dengan karakter optimis biasanya melihat stres sebagai tantangan yang bisa diatasi. 

Mereka lebih mudah mencari solusi daripada larut dalam kecemasan. Sebaliknya, orang yang cenderung perfeksionis atau mudah khawatir akan lebih cepat merasa tertekan ketika menghadapi situasi tak ideal.

Selain kepribadian, pengalaman hidup juga berperan penting. Mereka yang pernah mengalami penolakan, kritik berlebihan, atau kegagalan di masa lalu cenderung lebih sensitif terhadap tekanan kecil. Sementara orang yang terbiasa menghadapi masalah dengan tenang biasanya lebih siap mengelola stres di masa kini. 

Menurut Silviani, kedewasaan usia bukan jaminan seseorang mampu mengatasi stres dengan baik. “Ada orang yang lebih tua tetapi tetap kewalahan karena terbiasa membiarkan stres menumpuk tanpa penyelesaian,” ujarnya.

Dukungan sosial pun tidak kalah penting. Kehadiran orang-orang terdekat seperti keluarga, teman, atau pasangan dapat menjadi peredam stres yang efektif. 

Ketika seseorang memiliki tempat untuk berbagi cerita dan mendapatkan dukungan emosional, tekanan yang dirasakan bisa menjadi lebih ringan. Dukungan sosial menciptakan rasa aman, validasi, dan kesempatan untuk mengekspresikan emosi dengan cara yang sehat.

Kesehatan Fisik dan Pengelolaan Emosi Berperan Penting

Silviani juga menekankan pentingnya menjaga kondisi fisik karena tubuh dan pikiran saling berkaitan. Ketika seseorang dalam kondisi lelah, kurang tidur, atau sedang sakit, ia cenderung lebih mudah merasa stres. 

Tubuh yang tidak sehat akan memengaruhi kemampuan berpikir jernih dan mengatur emosi. Oleh karena itu, menjaga pola makan, tidur cukup, serta rutin berolahraga menjadi langkah penting dalam mengendalikan stres.

Selain itu, kemampuan mengelola emosi atau yang dikenal sebagai coping mechanism turut menentukan bagaimana seseorang mengatasi tekanan. Ada dua jenis mekanisme yang umum digunakan, yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping.

Pada problem-focused coping, seseorang fokus menyelesaikan masalah langsung di hadapannya, seperti mempersiapkan diri lebih baik menjelang presentasi agar tidak gugup. 

Sementara pada emotion-focused coping, seseorang lebih dahulu menenangkan diri melalui aktivitas yang menenangkan seperti menarik napas panjang, menulis jurnal, menangis, atau bermeditasi. 

Kedua cara ini sama-sama penting dan saling melengkapi. Dengan mengetahui kapan harus menghadapi masalah dan kapan harus menenangkan diri, seseorang dapat menjaga keseimbangan emosinya.

Kunci Menghadapi Stres Ada pada Kemampuan Mengenali Diri

Pada akhirnya, cara terbaik menghadapi stres bukanlah dengan menghindarinya, tetapi dengan mengenali diri sendiri. Menurut Silviani, langkah pertama adalah memahami apa yang dirasakan tubuh dan pikiran. “Apa yang dirasakan tubuh? Emosi apa yang muncul? Apa yang sebenarnya dibutuhkan?” katanya.

Dengan mengenali sinyal tubuh, seseorang bisa menentukan langkah yang paling tepat untuk menenangkan diri. Misalnya, jika tubuh terasa tegang, mungkin perlu istirahat atau aktivitas fisik ringan. Jika pikiran penuh kekhawatiran, mungkin yang dibutuhkan adalah waktu untuk berbicara dengan orang yang dipercaya.

Silviani menegaskan bahwa stres adalah bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari, tetapi dapat dikelola. “Stresor tidak akan hilang dari hidup kita. Namun ketika tahu cara mengelolanya, kita bisa tetap berdaya,” ujarnya.

Setiap individu memiliki cara unik dalam menghadapi tekanan hidup. Faktor seperti kepribadian, pengalaman, dukungan sosial, kondisi fisik, dan kemampuan mengatur emosi akan membentuk respons yang berbeda-beda. 

Tidak ada satu cara yang cocok untuk semua orang, tetapi memahami diri sendiri adalah langkah pertama untuk membuat stres lebih mudah dihadapi. 

Dengan kesadaran diri dan kemampuan mengelola emosi, stres bukan lagi musuh, melainkan bagian dari proses belajar untuk menjadi lebih tangguh dan seimbang dalam menjalani hidup.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index