JAKARTA - Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa seluruh mitra atau yayasan pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) wajib memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Aturan ini menjadi langkah strategis untuk memastikan setiap dapur SPPG memenuhi standar kebersihan dan kesehatan yang berlaku.
Wakil Ketua BGN Bidang Investigasi dan Komunikasi Publik, Nanik Sudaryati Deyang, menekankan bahwa mitra dan SPPG diberikan tenggat waktu satu bulan untuk segera mendaftarkan diri ke Dinas Kesehatan setempat dan melengkapi sertifikasi.
“Kalau ada SPPG yang tidak segera mendaftar dalam 30 hari ke depan, dapurnya akan kami tutup sementara,” jelas Nanik.
Kepemilikan SLHS menjadi sorotan utama karena isu higiene dan sanitasi sangat sensitif di masyarakat. Nanik menambahkan bahwa kepemilikan sertifikat ini juga menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto.
Oleh karena itu, Kepala SPPG dan mitra/yayasan pengelola di seluruh Indonesia diminta untuk memperhatikan pentingnya SLHS dalam operasional harian.
Prosedur Pengurusan SLHS
SLHS adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan setempat, yang menyatakan bahwa sebuah usaha makanan, minuman, dan fasilitas terkait telah memenuhi standar kebersihan dan kesehatan. Sertifikat ini berlaku selama satu tahun dan harus diperpanjang agar status legal usaha tetap terjaga.
Sejak program Makanan Bergizi untuk Gizi (MBG) diterapkan Pemerintah Presiden Prabowo Subianto pada awal tahun 2025, setiap SPPG yang menjalankan program di lapangan diwajibkan memiliki SLHS.
Proses pengurusan meliputi kelengkapan dokumen, pemeriksaan lapangan, hingga pengujian laboratorium untuk memastikan dapur SPPG benar-benar memenuhi standar yang ditetapkan.
“Setiap SPPG harus memiliki SLHS, karena menjadi bukti bahwa SPPG itu telah memenuhi standar kebersihan dan kesehatan,” ujar Nanik. Hal ini memastikan bahwa makanan yang disiapkan untuk masyarakat aman dan layak dikonsumsi.
Evaluasi dan Capaian Pendaftaran SLHS
Dalam rapat Tim Koordinasi Lintas Kementerian/Lembaga terkait pelaksanaan program MBG, Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa dari lebih 14 ribu SPPG yang sudah beroperasi, baru sekitar 4.000 yang mendaftarkan SLHS ke Dinas Kesehatan setempat.
Dari jumlah itu, hanya 1.287 SPPG yang telah memperoleh SLHS, sementara 10 ribu SPPG lainnya belum mendaftar.
Atas kondisi ini, BGN memerintahkan seluruh Kepala SPPG di Indonesia untuk segera mendorong mitra atau yayasan yang belum mendaftar agar segera mengurus SLHS.
Wakil Kepala BGN Bidang Operasional Pemenuhan Gizi, Sony Sonjaya, menekankan, “Para Kepala SPPG harus menginformasikan, menghimbau, dan mendorong Mitra/Yayasan yang belum mendaftarkan SLHS untuk SPPG-nya sesegera mungkin mengurus ke Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat.”
Regulasi dan Peraturan Terkait SLHS
Regulasi SLHS diatur melalui Permenkes No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 dan Permenkes No. 2 Tahun 2023, yang menetapkan standar higiene dan sanitasi bagi jasa boga.
Peraturan ini mengharuskan setiap usaha makanan memenuhi ketentuan kesehatan yang berlaku, sekaligus menjadi pedoman bagi SPPG dalam menjalankan operasional dapur.
Selain regulasi nasional, pemerintah daerah juga memiliki wewenang mengeluarkan peraturan tambahan melalui Perda. Perda tersebut mengatur prosedur teknis pengajuan SLHS, biaya retribusi, hingga detail pemeriksaan yang dilakukan.
Dengan adanya aturan ini, BGN memastikan bahwa setiap dapur SPPG beroperasi sesuai standar, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program pemenuhan gizi, sekaligus menjaga keamanan pangan.
Dengan langkah tegas ini, BGN berharap seluruh mitra dan SPPG segera beradaptasi dan melengkapi persyaratan SLHS agar dapur tetap beroperasi. Kebijakan ini juga diharapkan mendorong peningkatan profesionalisme, kepatuhan terhadap regulasi, dan kualitas layanan gizi yang lebih baik bagi masyarakat.