JAKARTA - Lingkungan rumah merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar mengenal dunia dan membentuk kepribadian.
Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi., mengingatkan bahwa pola asuh yang diterapkan di rumah sangat berpengaruh terhadap perilaku anak dan remaja.
Ia menekankan bahwa pola asuh yang buruk atau penuh tekanan dapat menjadi salah satu pemicu timbulnya perilaku kekerasan di luar rumah.
Menurut Romi, sapaan akrabnya, anak yang mengalami perundungan atau kekerasan emosional di rumah sering kali menyalurkan rasa tidak nyaman tersebut di tempat lain, termasuk di sekolah.
“Bisa berdampak pada diri mereka sehingga agresivitasnya tidak bisa disalurkan di rumah, bisa dijadikan satu senjata untuk melakukannya di sekolah,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa rumah sering kali menjadi tempat pertama anak merasakan bentuk perundungan, baik berupa tekanan maupun rasa tidak aman. Akibatnya, anak dapat tumbuh dengan pola perilaku agresif dan sulit mengendalikan emosi ketika menghadapi situasi yang memicu stres di luar rumah.
Proses Pembentukan Agresivitas dan Pengaruh Pola Asuh
Romi menjelaskan bahwa perilaku kekerasan pada anak tidak semata-mata muncul akibat tontonan atau media sosial.
Faktor yang lebih dominan justru berasal dari proses pembentukan perilaku melalui contoh yang dilihat sehari-hari, dikenal dengan istilah “modeling”. Ketika anak tumbuh di lingkungan yang sering menampilkan perilaku kasar, mereka cenderung meniru pola tersebut tanpa sadar.
“Karena bisa saja apa yang terjadi di sekolah, bullying yang dijadikan itu bukan trigger saja, bukanlah penyebab utamanya. Dan makanya dia kemudian menjadi bertindak kasar, agresif, melampiaskan apa yang tidak nyaman bagi dirinya,” ujar Romi.
Dalam kasus tertentu, anak mungkin menunjukkan agresivitas ekstrem seperti membawa benda tajam atau melukai teman. Kondisi seperti ini, kata Romi, seharusnya menjadi peringatan bagi orang tua untuk memahami kehidupan emosional anak secara lebih dalam.
“Itu yang mesti dicek lagi juga apa sih yang ada di dalam kehidupannya, jangan-jangan banyak sekali dendam, banyak sekali amarah sehingga anak itu melampiaskannya dengan cara yang tidak wajar,” jelasnya.
Mengenali Tanda-Tanda Awal Anak yang Cenderung Agresif
Sebelum anak menunjukkan perilaku kekerasan, biasanya muncul beberapa tanda awal yang dapat dikenali oleh orang tua.
Menurut Romi, anak yang sedang menghadapi tekanan emosional sering tampak lebih pendiam, mudah marah, atau terlihat tidak tenang. Tanda-tanda ini menunjukkan adanya konflik batin yang perlu ditangani dengan pendekatan penuh empati.
“Kalaupun dia punya teman, biasanya banyak meminta orang untuk mendukung dia. Dan dari perilaku dengan orang tuanya mungkin lebih tidak mau mengungkapkan dan kelihatan lebih aneh daripada biasanya,” ungkap Romi.
Ia mengingatkan bahwa peran orang tua sangat penting dalam mencegah perilaku agresif sejak dini. Ketika anak mulai menunjukkan perubahan sikap, komunikasi terbuka dan perhatian emosional harus diutamakan.
Bukan hanya sekadar menegur, tetapi juga memahami penyebab di balik perubahan tersebut agar penanganannya tidak memperburuk keadaan.
Pendidikan Moral dan Empati Sebagai Kunci Pencegahan Kekerasan
Romi menekankan bahwa pencegahan perilaku kekerasan pada anak tidak bisa dilakukan hanya dengan aturan atau hukuman. Kunci utamanya terletak pada penanaman nilai-nilai moral sejak usia dini. Ia menjelaskan bahwa nilai-nilai seperti empati, kontrol diri, toleransi, dan keadilan harus menjadi dasar dalam mendidik anak.
“Kalau anak ini punya empati, dia tidak akan melakukan sesuatu yang melukai temannya karena dia berempati bahwa kalau diperlakukan itu kepada dia akan menjadi tidak nyaman. Jadi ini semua dikembangkan secara simultan sejak usia dini,” ujarnya.
Selain empati, Romi juga menekankan pentingnya menanamkan rasa hormat dan keadilan dalam interaksi sehari-hari. Anak yang diajarkan untuk menghargai perasaan orang lain akan lebih mampu mengendalikan amarah dan tidak mudah melakukan kekerasan.
Dengan begitu, keluarga memiliki peran besar dalam membentuk generasi yang memiliki kesadaran sosial dan emosional yang sehat.
Pola asuh yang penuh kasih sayang, komunikasi terbuka, serta pembentukan nilai moral yang kuat merupakan langkah nyata untuk mencegah anak terjerumus dalam perilaku agresif.
Dengan memahami akar permasalahan sejak dini, orang tua dapat menciptakan lingkungan rumah yang aman, nyaman, dan mendukung tumbuh kembang anak secara positif.