MBG

Kolaborasi Sekolah dan Orang Tua Awasi Kualitas Makanan MBG Anak

Kolaborasi Sekolah dan Orang Tua Awasi Kualitas Makanan MBG Anak
Kolaborasi Sekolah dan Orang Tua Awasi Kualitas Makanan MBG Anak

JAKARTA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi perhatian utama Kementerian Kesehatan, setelah muncul laporan mengenai anak-anak yang menerima makanan yang tidak layak. 

Untuk mengatasi hal tersebut, pendekatan kolaboratif antara guru, orang tua, dan siswa dinilai sangat penting. Di Kabupaten Bandung Barat, praktik pengawasan langsung oleh masyarakat menunjukkan bagaimana sinergi dapat meningkatkan mutu distribusi makanan.

Tim Kerja Gizi Kemenkes menegaskan, sebelum dibagikan, makanan MBG harus dicicipi terlebih dahulu oleh guru dan orang tua. Hal ini memastikan rasa, keamanan, dan kelayakan makanan sebelum diterima oleh siswa. 

Selain itu, keterlibatan anak sebagai penerima manfaat juga diharapkan dapat memberikan masukan tentang rasa dan penyajian makanan, sehingga sistem MBG menjadi lebih responsif. 

Pendekatan ini diharapkan dapat mengurangi keluhan terkait makanan basi atau kualitas yang kurang optimal, sekaligus memperkuat kesadaran gizi di lingkungan sekolah.

Partisipasi Komunitas Lokal Jadi Kunci Program MBG Berkelanjutan

Penerapan sistem pengawasan berbasis komunitas menjadi contoh bagaimana program nasional dapat berjalan lebih efektif. 

Kemenkes mendorong agar praktik ini diterapkan secara luas, tidak hanya melibatkan guru dan orang tua, tetapi juga anak-anak. Dengan cara ini, sekolah menjadi ruang belajar tentang pentingnya gizi sehat, bukan sekadar tempat menerima makanan.

Selain itu, pengawasan komunitas membantu mempercepat identifikasi masalah, seperti keluhan rasa, keterlambatan distribusi, atau potensi risiko kesehatan. 

Beberapa daerah mulai mengadaptasi pola Bandung Barat, membentuk komite sekolah yang terdiri dari guru, orang tua, dan siswa untuk memantau kualitas MBG. Sistem semacam ini dapat menurunkan risiko keracunan dan memastikan anak menerima makanan bergizi sesuai standar.

Kemenkes juga menekankan pentingnya edukasi gizi di sekolah. Survei menunjukkan masih ada anak yang belum mendapatkan edukasi langsung tentang makanan bergizi, sehingga program MBG berpotensi menjadi sarana pendidikan sekaligus konsumsi. 

Anak-anak diharapkan memahami manfaat makanan sehat, dan bisa ikut memberi masukan terkait menu harian, rasa, dan presentasi.

Peningkatan Standar Gizi dan Keamanan Pangan di Sekolah

Kerja sama antara Kemenkes dan Badan Gizi Nasional ditujukan untuk memperkuat standar gizi dan keamanan pangan di seluruh sekolah peserta MBG. 

Dengan pengawasan yang lebih ketat, setiap sekolah diharapkan memiliki sistem internal untuk mengecek kualitas makanan sebelum dibagikan. Hal ini termasuk pengecekan bahan baku, proses masak, dan waktu distribusi agar tetap sesuai standar kesehatan.

Selain itu, Kemenkes tengah menyiapkan survei status gizi nasional untuk menilai dampak jangka panjang MBG terhadap kesehatan anak. 

Survei ini akan mengukur efektivitas program dalam menurunkan prevalensi anemia, meningkatkan status gizi, serta memantau pola konsumsi makanan bergizi di sekolah. Dengan demikian, MBG tidak hanya menjadi pemberian makan, tetapi juga sarana untuk meningkatkan kesehatan dan kesadaran gizi anak-anak.

Beberapa daerah lain juga mulai mencontoh praktik pengawasan komunitas, menjadikan MBG sebagai wadah partisipasi warga. Komite sekolah yang melibatkan masyarakat dapat memberikan masukan rutin, mulai dari kualitas rasa, variasi menu, hingga cara penyajian. 

Sistem ini sejalan dengan prinsip bahwa anak bukan hanya penerima manfaat, tetapi mitra dalam memastikan hak mereka atas gizi aman dan layak.

MBG sebagai Sarana Pendidikan Gizi dan Partisipasi Anak

Program MBG kini dilihat lebih dari sekadar pemberian makan gratis. Dengan melibatkan guru, orang tua, dan anak, MBG menjadi sarana pembelajaran tentang pola hidup sehat. 

Anak-anak yang dilibatkan dalam penilaian makanan cenderung lebih sadar akan pentingnya gizi seimbang, sehingga dapat membentuk kebiasaan makan sehat sejak dini.

Kemenkes menilai, pelibatan aktif anak juga dapat meningkatkan kualitas pengawasan. Masukan mereka tentang rasa, menu, dan penyajian makanan membantu pihak sekolah memperbaiki distribusi MBG. 

Pendekatan ini diharapkan bisa diterapkan secara formal di seluruh sekolah, menjadikan partisipasi komunitas sebagai bagian resmi dari sistem MBG.

CISDI dan sejumlah pihak menyarankan agar keterlibatan komunitas diatur secara jelas, agar praktik pengawasan tidak bersifat ad hoc. Di beberapa negara, komite sekolah memiliki kewenangan menentukan menu, menilai keamanan pangan, dan memantau distribusi, yang menjadi contoh bagi program MBG di Indonesia.

Dengan sistem yang terstruktur, MBG tidak hanya memenuhi kebutuhan makan anak, tetapi juga mengajarkan tanggung jawab, partisipasi, dan kesadaran gizi. Anak-anak menjadi mitra aktif dalam memastikan hak mereka terpenuhi, sehingga program ini lebih berkelanjutan dan aman bagi semua pihak.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index