Harga Minyak Dunia Terkoreksi, Pasar Bersiap Hadapi Keseimbangan Baru

Kamis, 13 November 2025 | 10:31:38 WIB
Harga Minyak Dunia Terkoreksi, Pasar Bersiap Hadapi Keseimbangan Baru

JAKARTA - Pasar minyak global mengalami tekanan baru setelah laporan terbaru dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menunjukkan bahwa pasokan minyak dunia diproyeksikan akan seimbang dengan permintaan pada tahun 2026. 

Kondisi ini menandai perubahan besar dari prediksi sebelumnya yang memperkirakan terjadinya defisit pasokan di tahun mendatang.

Harga minyak mentah Brent turun signifikan sebesar USD 2,45 atau 3,76 persen menjadi USD 62,71 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat juga mengalami penurunan tajam sebesar USD 2,55 atau 4,18 persen hingga mencapai USD 58,49 per barel.

Koreksi harga ini menunjukkan reaksi pasar terhadap sinyal bahwa keseimbangan pasokan dan permintaan global mulai mendekati titik stabil. Kondisi ini menekan spekulasi tentang kekurangan pasokan dan menciptakan persepsi baru bahwa pasar kini memasuki fase keseimbangan.

Analis Senior Price Futures Group, Phil Flynn, menilai perubahan pandangan tersebut menjadi salah satu penyebab utama penurunan harga.

“Prospek bahwa pasar berada dalam kondisi seimbang jelas merupakan faktor yang mendorong penurunan harga. Pasar ingin percaya bahwa keseimbangan telah tercapai. Saya pikir pasar menganggap OPEC lebih serius daripada IEA,” ujarnya.

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa pelaku pasar kini lebih banyak menaruh kepercayaan pada arah kebijakan OPEC dibandingkan lembaga lain, karena pernyataannya dinilai lebih mencerminkan kondisi produksi yang sebenarnya di lapangan.

Pergeseran Proyeksi Energi Global dan Implikasinya

Selain laporan OPEC, pergerakan harga minyak juga dipengaruhi oleh laporan tahunan dari Badan Energi Internasional (IEA). Dalam Prospek Energi Dunia terbaru, lembaga tersebut memprediksi bahwa permintaan minyak dan gas akan terus meningkat hingga tahun 2050.

Prediksi ini menjadi titik balik dari proyeksi sebelumnya, di mana IEA sempat memperkirakan permintaan minyak global akan mencapai puncaknya dalam dekade ini. Kini, pendekatan perhitungan mereka berubah, hanya memperhitungkan kebijakan yang telah ada dan bukan lagi berdasarkan janji atau target iklim jangka panjang.

Perubahan metode ini menandakan sikap realistis terhadap dinamika energi global, di mana transisi energi menuju sumber daya terbarukan masih berjalan lambat, sementara kebutuhan terhadap minyak dan gas masih tinggi untuk menopang pertumbuhan ekonomi dunia.

Kondisi tersebut semakin mempertegas pandangan bahwa keseimbangan pasar akan terus dijaga melalui koordinasi antara negara produsen dan konsumen. Di sisi lain, investor kini mulai mengatur strategi baru menghadapi era pasar minyak yang lebih stabil namun rentan terhadap fluktuasi geopolitik dan kebijakan energi.

Pergeseran arah kebijakan OPEC+ dan IEA menjadi faktor utama yang memengaruhi ekspektasi pasar. Jika sebelumnya ada kekhawatiran akan kekurangan pasokan, kini fokus beralih pada kemampuan negara produsen dalam menjaga kestabilan harga tanpa menciptakan kelebihan suplai.

Analisis Pasar: Tekanan Ekonomi dan Faktor Permintaan

Menurut John Kilduff, mitra di Again Capital, laporan OPEC menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan pelaku pasar karena beberapa produsen minyak mentah mulai kesulitan mencari pembeli.

“Ada kargo yang mulai menipis. Pasar paling depan sedang membentuk kurva harga baru. Ada kesan umum yang lemah dalam ekonomi AS,” ungkapnya.

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa sentimen pasar terhadap ekonomi Amerika Serikat turut mempengaruhi arah pergerakan harga minyak. Ketika aktivitas ekonomi AS melemah, konsumsi energi biasanya menurun, sehingga menekan permintaan terhadap minyak mentah.

OPEC+ sebelumnya telah memutuskan untuk menunda peningkatan produksi pada kuartal pertama tahun depan. Keputusan tersebut diambil setelah kebijakan pemangkasan produksi yang berlaku sejak Agustus lalu resmi dibatalkan.

Namun, meskipun ada sinyal peningkatan pasokan, pasar tetap menunjukkan kehati-hatian karena lemahnya permintaan di beberapa wilayah utama. Hal ini membuat harga minyak masih cenderung bergerak fluktuatif, meskipun dalam tren menurun.

Di sisi lain, ada potensi perbaikan permintaan dari Amerika Serikat setelah pemerintahan di negara itu kembali beroperasi penuh. Pemulihan aktivitas pemerintahan dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan memacu pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya turut mendongkrak permintaan minyak mentah.

Prospek Kebijakan dan Harapan Pasar ke Depan

Analis IG Market, Tony Sycamore, menilai pembukaan kembali pemerintahan Amerika Serikat akan memberikan dampak positif terhadap pasar energi global. “Pembukaan kembali pemerintahan AS dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan aktivitas ekonomi, memacu permintaan minyak mentah,” tulisnya dalam catatan analisis pasar.

Langkah tersebut diharapkan bisa menstimulasi sektor industri dan transportasi, dua sektor dengan konsumsi energi tertinggi di dunia.

Sementara itu, parlemen Amerika Serikat yang dikuasai Partai Republik dijadwalkan melakukan pemungutan suara terhadap rancangan undang-undang yang sudah disetujui Senat untuk memulihkan pendanaan lembaga-lembaga pemerintah hingga 30 Januari mendatang.

Jika rancangan undang-undang tersebut disahkan, maka ketidakpastian fiskal di negara ekonomi terbesar dunia itu akan berkurang, sehingga mendorong sentimen positif di pasar komoditas energi.

Secara keseluruhan, dinamika harga minyak global saat ini menggambarkan proses penyesuaian antara kekuatan produksi dan kebutuhan dunia yang terus berubah.

Dengan prospek pasar yang kian seimbang, pelaku industri minyak kini dihadapkan pada tantangan baru untuk menjaga keseimbangan harga yang menguntungkan semua pihak produsen, konsumen, dan investor.

Keseimbangan baru ini diharapkan tidak hanya memberikan stabilitas harga dalam jangka pendek, tetapi juga menjadi pondasi bagi transisi energi yang lebih berkelanjutan di masa depan.

Terkini